• Latest Stories

      What is new?

    • Comments

      What They says?

    ,


    Prestasi Anak Bangsa. Setelah seorang guru yang membuat motor melaju dengan bahan bakar GAS kini seorang siswa dari Aceh membuat Motor Berbahan Bakar Air. Yuk kita lihat ulasannya. Siswa SMKN 2 Sinabang, Pulau Simeulue, Aceh, berhasil memodifikasi sepeda motor berbahan bakar air. Hanya dengan satu liter air, motor ini diklaim bisa menempuh jarak 700 kilometer.

    Beberapa orang termasuk Nanda Alavanta yang masih duduk di bangku SMK yang berjurusan Teknik Otomotif SMKN 2 Sinabang berinisiatif merancang motor berbahan bakar air ini. “Habis waktu sebulan membuat ini. Dari penilitian sampai proses erencangnya,” cerita Nanda di sela pameran Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) Aceh ke 56 baru-baru ini.

    Nanda mengaku sudah menguji ketahanan motor buatannya. Menurutnya, dengan seliter air murni, motor tersebut sanggup berjalan hingga 700 Km dengan kecepatan normal.

    “Sudah kami tes keliling pulau (Simeulue), Alhamdulillah baik-baik saja. Yang penting diperhatikan adalah kondisi aki dan kipronya harus oke. Kalau tidak maka jalannya bisa tersendat,” sebut siswa Kelas II itu.

    Ide membuat bahan bakar air ini muncul dari keinginan Nanda bersama teman-temannya di sekolah. “Kami pengen ada perubahan di sekolah,” tuturnya.

    Setelah berdiskusi dengan seorang gurunya, Wendi Sebastian, mereka sepakat membuat motor berbahan bakar air. Honda Win-100 butut yang ada di laboratorium otomotif sekolahnya dijadikan sebagai objek eksperimen.

    Bahannya sederhana. Botol plastik tahan panas diisi air murni, kemudian disambungkan ke silinder pembakaran menggunakan slang stainless stell. Dua kabel dari baterai aki juga disambungkan ke dalam botol.

    Untuk bisa menjalankan mesin maka aki dan air harus di-charge dulu. Caranya cukup dengan menghidupkan motor, dan biarkan dulu mesin menyela. Jika susah hidup perlu dipancing dengan beberapa tetes bensin. Proses charging ini diperlukan untuk memisahkan sulfur atau zar kapur dari air aki dengan unsur hidrogen dan oksigen yang ada dalam air.

    Daya aki dan aliran listriknya perlu diperhatikan. Jika aliran listrik bagus, maka sulfur akan menempel dengan sendirinya di stainless steel dan tidak masuk ke dalam silinder. Selanjutnya hidrogen yang merupakan senyawa mudah terbakar, dan oksigen juga terpisah.

    Menurut Wendi Sebastian, guru SMKN 2 Sinabang yang mendampingi siswa membuat motor berbahan bakar air, pemisahan hidrogen dan oksigen bisa menimbulkan ledakan jika tersulut api.
    “Itulah yang dimanfaatkan untuk pembakaran,” ujarnya.

    Wendi mengatakan, pengecasan sebaiknya gunakan aki basah. Pasalnya, dalam setiap pengecasan butuh 5 ampere serta aki akan panas dan menguap.

    “Kalau menguap airnya berkurang, aki basah bisa kita isi lagi. Kalau aki kering tidak,” ujarnya.

    Untuk membuat inovasi ini mereka menghabiskan dana sekira Rp1 juta. Semuanya ditanggung Kepala SMKN 2 Sinabang, Safdar SR.

    “Bahannya tidak sampai Rp. 400 ribu, tapi untuk risetnya yang banyak habis biaya,” tutur Wendi.Contohnya, kata Wendi, percobaan memisahkan unsur hidrogen, oksigen dan sulfur gagal hingga tujuh kali. “Tapi tetap kami coba hingga berhasil,” sebutnya.

    Wendi menilai, motor berbahan bakar air ini bisa menjadi alternatif di masa depan, terutama untuk warga yang tinggal di Pulau Simeulue. “Di sini harga BBM mahal, jadi mungkin ini bisa jadi solusi,” katanya.

    Untuk tahap awal, lanjut dia, motor berbahan bakar air ini akan dibudayakan di SMK tersebut. Beberapa siswa termasuk Nanda sudah berniat memodifikasi motornya agar bisa menggunakan air sebagai bahan bakar.

    “Jika nanti berhasil kami akan siap diminta untuk membantu orang lain yang membutuhkan motor ini,” sebutnya.

    Di tengah kondisi bumi yang semakin krisis bahan bakar fosil, khususnya Indonesia yang menurut prediksi beberapa pakar keminyakan cadangan minyak bumi Indonesia hanya cukup sampai 2050 jika tidak ditemukan lagi sumur-sumur minyak baru, inovasi di atas menjadi seperti oase di tengah gurun pasir. Sebuah harapan di tengah kesulitan, jelas akan menjadi mood booster bagi perkembangan penelitian tentang energi alternatif. Itu jika dalam kondisi normal di sebuah negara yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi riset masa depan. Tapi, ini Indonesia. Sungguh ironis bukan pemerintahan Indonesia tidak ada yang peduli akan karya-karya yang dimiliki Anak Bangsa

    ,

    bus listrik ITS

    Kampus ITS Surabaya Meluncurkan Bus inovatif dengan Tenaga Listrik

    Prestasi Anak Bangsa. Perkembangan prestasi Anak Bangsa memang banyak yang memukau seperti halnya Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya meluncurkan bus inovatif dengan sumber tenaga dari energi listrik pada tanggal 24 november 2014 silam. Bus ini dilengkapi dengan panel surya sebagai tambahan energi dari sinar matahari itu rencananya akan dioperasikan di dalam lingkungan kampus per Januari 2015 lalu.

    Sistem energi dari bus listrik ini berasal dari 80 persen tenaga listrik dan 20 persen tenaga matahari. Oleh karena itu, pada bagian atas bus diberi solar panel untuk menyerap sinar matahari lalu diubah menjadi tenaga listrik yang akan disimpan di dalam baterai lalu tenaga listrik ini akan digunakan untuk menggerakkan motor listrik. Pengisian baterai berkisar selama 8–10 jam dan bisa dioperasikan dalam jarak 160 kilometer setelah diisi penuh selama delapan hingga 10 jam. Kapasitasnya 26 penumpang, dengan rincian Sembilan orang duduk dan 17 orang berdiri. Bus listrik ini berukuran 6 m x 2,1 meter, memiliki berat tanpa penumpang sebesar empat ton dan maksimal mampu mengangkut beban sebesar 6 – 7 ton.

    Ketua Tim Riset Bus Listrik, Dr. Muhammad Nur Yuniarto, mengatakan bahwa sejak bus listrik ini dipesan dua bulan lalu, sejak itu pula mereka bekerja keras selama 24 jam sehari dalam waktu dua bulan. Tim dari bus listrik ini terdapat:  ’’Ada lima dosen, tujuh orang mekanik, dan 40 mahasiswa yang terlibat mulai dari Teknik Mesin, Elektro, dan Fisika’’ ucap dosen Teknik Mesin tersebut.

    ’’Tapi, karena ini masih prototipe pertama, jadi bus listrik ini masih dihibahkan menjadi kendaraan di dalam Kampus ITS,’’ papar Pak Nur. Rencananya, akhir bulan ini mencoba rute yang pertama. Jadi, targetnya awal tahun depan sudah bisa digunakan di lingkungan ITS. “Tak hanya itu, dalam jangka waktu satu tahun ke depan kami juga akan membangun stasiun pengisinya,” ujar Pak Nur.

    Bus listrik ini merupakan karya kelima ITS setelah meluncurkan serangkaian mobil listrik nasional, yaitu: Ezzy ITS 1, Ezzy ITS 2, Braja Wahana, dan Sapu Angin Surya pada Mei 2014. Sayangnya tak ada kepedulian untuk dikembangkan menjadi akses di negara sendiri

    ,


    Prestasi Anak Bangsa. Hebat Moto Indonesia "Indonesia tak butuh orang pintar" Saya rasa mungkin bukan seperti bualan seperti kisah Ricky Elson ini, jujur rasanya gregetan banget dengan Pemerintah Indonesia, teramat sangat khususkan kepada Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).

    Kalau saja saya Presidenya, langsung saya pecat itu pejabat yang bertanggung jawab di Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).

    Ketika Prestasi Ricky Elson sudah diakui oleh Pemerintah Jepang dan Dunia Internasional, Tapi ternyata pihak Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia justru seolah “MELECEHKAN” kemampuan dan JIWA NASIONALISME seorang Ricky Elson.

    Perlu pembaca tahu bahwa Ricky Elson merupakan putra terbaik asli Indonesia, prestasi Ricky Elson justru mentereng di negeri Sakura Jepang.

    Di Jepang Ilmunya sudah teramat sangat dihargai karena kehebatan dan prestasinya. Di Jepang ia sebenarnya telah menduduki jabatan penting. Yakni sebagai kepala Divisi penelitian dan pengembangan teknologi permanen magnet motor dan generator NIDEC Coorporation, Kyoto, Minamiku-kuzetonoshiro cho388, Jepang.

    Ilmu anak Padang ini, sedikitnya telah menghasilkan sekitar 14 teori mengenai motor listrik dan telah pula dipatenkan oleh pemerintah Jepang. Ia telah kembali ke tanah air, namun kini ia berencana untuk segera pulang kembali ke Jepang. Melalui akun facebooknya, pembuat kincir angin terbaik di dunia untuk kelas 500 watt peak ini mengaku, perusahaan di Jepang tempatnya bekerja dulu, terus mengirimi tawaran untuknya kembali. Apalagi menurutnya, saat ini Indonesia belum bersahabat untuk hasil-hasil karyanya.

    Mungkin lebih baiknya anda membaca lengkap kisah Ricky Elson dibawah ini yang saya kutipkan langsung dari jpnn.com (10/4/14).

    KARYA anak bangsa yang bisa membanggakan dunia, belum tentu mendapat tempat di negeri sendiri. Kekhawatiran Ricky Elson, si pembuat mobil listrik itu akhirnya terbukti. Ia pun tak ingin lama-lama kecewa. Daripada ilmunya sia-sia, kini si pemuda asli Padang ini memilih ingin kembali ke negeri Sakura.

    Sekian lama Ricky menunggu izin mobil listrik yang dibuatnya bersama Menteri BUMN Dahlan Iskan. Berharap mobil listrik bernama Selo dan Gendhis itu, dapat menjadi inspirasi kelahiran mobil listrik buatan anak negeri. Namun apa daya, izin mobil listrik buatan pria kelahiran Padang 11 Januari 1980 itu tak kunjung keluar. Bahkan terkesan digantung oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).

    “Saya tak bisa lagi menahannya (untuk pulang ke Jepang). Dulu saya bermohon-mohon agar pemuda ini mau kembali ke Indonesia. Ilmunya soal mobil listrik sangat berguna. Tapi ternyata benar, ilmu itu tidak dihargai di negerinya sendiri. Dia masih muda, masa depannya masih panjang,”. Begitulah pernyataan kecewa yang diungkapkan Dahlan Iskan, perihal rencana Ricky kembali ke Jepang.

    Dahlan yang ditemui wartawan di rumahnya di Surabaya, Rabu (9/4) pantas kecewa. Semangatnya melahirkan mobil masa depan, mobil listrik buatan anak negeri, ternyata tidak mendapat sambutan baik dari koleganya di Kemenristek. Padahal untuk membuat mobil listrik, Dahlan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Bahkan untuk memaksa Ricky mau kembali ke Indonesia, Dahlan sampai rela seluruh gajinya sebagai menteri diberikan pada Ricky.

    “Ricky ini sudah 14 tahun di Jepang. Ia sudah memiliki hak paten internasional mobil listrik di sana. Saya merayunya habis-habisan agar mau kembali ke Indonesia. Dia sempat takut dengan resiko gajinya turun dan belum tentu ilmunya dihargai. Saya terus yakinkan dia dan memberikan seluruh gaji saya tiap bulan untuknya. Saya minta dia membangun mimpi mobil listrik buatan anak Indonesia, akhirnya dia mau dan kita buat Tucuxi, Selo dan Gendhis,” kisah Dahlan mengenai awal perkenalannya dengan Ricky.

    “Namun ternyata, kekhawatiran Ricky terjadi. Ternyata sambutan dalam negeri (soal mobil listrik) tidak baik. Tidak ada kepastian dan tidak ada ketentuan yang jelas. Saya harus minta maaf pada Ricky. Saya bayangkan dulu orang dari luar negeri kalau pulang bisa dimanfaatkan, ternyata tidak,” tambah Dahlan masih dengan nada kecewa.

    Dahlan seolah kehabisan alasan untuk tetap menahan pemuda cerdas itu bertahan di Indonesia. Apalagi hingga saat ini, Kemenristek tak jua memberikan penjelasan, mengapa izin itu belum dikeluarkan. Padahal mobil-mobil listrik buatan Ricky, sudah pernah mejeng di acara KTT APEC di Bali.

    “Kalau sampai satu atau dua bulan ini tidak ada kejelasan, saya harus izinkan dia (Ricky) pulang ke Jepang. Dia ini anak muda yang cerdas. Masa depannya masih panjang. Saya tidak mau menggantung masa depannya dengan bertahan di Indonesia,” kata Dahlan.

    Izin yang Tak Kunjung Keluar

    Baca juga ni Mobil Listrik SELO dianggap Tidak Memenuhi Standar SNI tapi Mendapat dukungan dari Negera Luar

    Mobil listrik Tucuxi, Selo dan Gendhis telah lama selesai. Mungkin ini bukan mobil listrik pertama yang dibuat di Indonesia. Namun inilah jajaran mobil listrik yang pertama kali dikerjakan seluruhnya oleh putra putri bangsa.

    Untuk mendapatkan izin ketiga mobil listrik ini, pada awalnya Dahlan meminta surat izin mobil listrik kepada Kementerian Perhubungan, namun kementerian tersebut tidak bisa memberikan izin.

    “Akhirnya Kemenhub dan Menristek bicara dan akhirnya urus izin di Menristek. Ini sedang kita urus,” kata Dahlan menjawab wartawan beberapa bulan lalu.

    Namun seiring berlalunya waktu, izin dari Kemenristek tak kunjung ada kejelasan. Padahal Menristek Gusti Muhammad Hatta pernah memuji mobil listrik Selo saat melakukan ujicoba.

    Berbagai carapun sudah ditempuh bekas Dirut PLN ini agar mengantongi izin menggunakan mobil bernama ‘Selo’ itu. Dari mengirim pesan singkat (SMS), telephone, hingga mengirimkan surat pribadi pada Kemenristek. Hanya saja, upayanya hingga kini tak berbuah manis.

    “Saya sudah kirim surat pribadi, sebagai salah satu orang yang bisa kendarai mobil listrik itu untuk uji coba. Sampai sekarang enggak dibales. Saya udah SMS, telepon juga sudah. Jawabannya cuma ‘ya’ saja, tapi tidak dikasih izinnya,” papar Dahlan heran.

    Menteri yang ogah pakai pengawalan ini juga bingung, beberapa bus listrik yang juga masih nangkring di Kemenristek masih kesulitan keluar izinnya. Padahal secara tak langsung, bus-bus listrik itu sudah melewati jarak jauh, dari Jakarta-Bandung-Yogjakarta-Jakarta.

    “Kalau mobil listrik warna hijau waktu itu pernah saya kendarai sendiri sampai 1000 km. Maksud saya gitu, kalau saya pakai dulu terus baru dikritik apanya saja yang kurang, tapi ini mau dipakai enggak bisa,” sesal mantan Dirut PLN ini.

    Perkenalan Ricky Elson dengan Dahlan Iskan
    Saat kunjungannya ke Balikpapan beberapa waktu lalu, Kaltim Pos (Grup JPNN) sempat membuat laporan mengenai sosok Ricky Elson. Pemuda kelahiran tahun 1980 ini menempuh pendidikan sarjana hingga program master di Jepang. Ia mengambil ilmu spesifikasi Teknik Mesin di Polytechnic University of Japan. Dia selalu jadi lulusan terbaik hingga dilirik seorang profesor di sana yang merupakan perancang motor di Nidec Corporation. Ricky pun memenuhi tawaran itu.

    Meski sempat kesulitan, Ricky berhasil beradaptasi. Bahkan, dia jadi andalan di perusahaan tersebut. Banyak pelajaran berharga didapatkan Ricky di sana. Terutama untuk menumbuhkan semangat kerja. Di perusahaan tersebut, kalimat motivasi jadi cambuk semangat karyawan. Yakni; segera kerjakan, pastikan kerjakan, dan kerjakan sampai selesai!

    Selain itu, perusahaan-perusahaan di Jepang punya pengertian sendiri bagi setiap jenjang pendidikan. S-1 misalnya. Artinya jenjang ini sekadar tahu bagaimana memecahkan masalah. Sedangkan S-2, bagaimana menemukan masalah dan menyelesaikannya. Terakhir, S-3 adalah bisa membuat masalah dan memecahkannya sendiri.

    Berbagai filosofi Negeri Samurai ini rupanya membentuk karakter Ricky menjadi orang yang produktif. Buktinya, enam tahun sejak bekerja di Nidec Corporation, dia berhasil jadi andalan. Sekitar 80 persen produk perusahaan ini merupakan karya sang Putra Petir ini.

    Adapun Nidec Corporation bergerak di bidang elektronik, memproduksi elemen motor presisi alias mikromotor.

    Selama 14 tahun di Jepang, Ricky telah menemukan belasan teknologi motor penggerak listrik yang sudah dipatenkan oleh pemerintah Jepang.

    Namun demikian, di tengah kariernya yang sedang bagus, Ricky memilih kembali ke Indonesia. Dia turut membeberkan alasannya pada para mahasiswa kemarin. Pertemuan Ricky dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, ternyata menjadi titik segalanya.

    Bermula dari pertemuan sekitar 3 jam itu, Dahlan melobi Ricky untuk pulang dan berkarya di Tanah Air.

    Bagi Ricky, pertemuan serupa bukan hal baru. Ada beberapa tokoh nasional yang sebelumnya menemui Ricky dan menawarkan untuk bekerja di Indonesia. Dia dijanjikan banyak hal yang barang tentu menggiurkan. Gaji tinggi mulai puluhan juta sampai ratusan juta rupiah, hingga diberi perusahaan, sudah biasa didengarnya. Tapi dia selalu menolak. Kenapa kali ini berubah?

    “Yang saya tangkap, Pak Dahlan Iskan itu berbeda. Dia tak kasih janji-janji. Hanya berkata ‘Sudah cukup Anda kerja di luar negeri. Maukah ikut dengan saya? Kita bersama-sama berbuat untuk Indonesia’,” ucap Ricky menirukan percakapan dengan Dahlan Iskan saat itu.

    “Beliau sangat paham. Dia minta saya pulang. Saya pun tak tahu kenapa tak menolak padahal yang lain berani menggaji hingga dua kali lipat dari yang saya terima kala itu,” sambungnya.

    Dahlan yang mengetahui bahwa tenaga dan pikiran Ricky dihargai sangat tinggi, saat itu mengaku tak bisa memberikan hal serupa.

    Namun supaya Ricky mau, Dahlan tanpa pusing-pusing langsung menawarkan gajinya sebulan sebagai menteri BUMN, untuk menjadi bayaran Ricky tiap bulan.

    Berkat kesamaan visi membangun Indonesia, akhirnya kesepakatan tercapai. Apalagi, dia bertekad mau membalas jasa para guru yang membantunya bisa kuliah hingga ke Jepang. Ricky pun balik ke Indonesia dan memulai proyek mobil listrik Indonesia.

    Selo dan Gendhis, mobil listrik karya Ricky yang sekarang jadi sorotan. Karya anak bangsa tak kalah dengan mobil sport buatan luar negeri. Padahal, durasi pengerjaannya hanya lima bulan. Selo memiliki kecepatan 250 kilometer per jam sedangkan Gendhis 180 kilometer per jam. “Karena mengejar untuk ditampilkan di APEC, motor dan controller-nya masih pakai buatan luar negeri,” sebutnya.

    Menurut Ricky, langkah membuat mobil listrik saat ini sudah tepat. Beberapa waktu ke depan, dunia diprediksi beralih ke kendaraan listrik. Ini kesempatan buat Indonesia untuk memulai industrinya. Bahkan, bukan hanya Indonesia, seluruh negara saat ini turut berproduksi mobil listrik.

    “Jika tidak dari sekarang, puluhan tahun lagi akan dipertanyakan apa produksi Indonesia,” ucap Ricky. “Indonesia butuh penggagas. Dari sini diharapkan lahir pengembang mobil listrik lain,” sambungnya.

    Cerita di balik pemberian nama mobil listrik karya Ricky ini turut dibeberkan. Mulanya, mobil tersebut bakal dinamai Gundala. Nama itu diambil dari tokoh fiksi pahlawan super yang dijuluki Putra Petir. Tapi, Gundala terlanjur jadi nama komik. Hingga muncul nama Selo dari legenda Ki Ageng Selo yang dikenal dapat menangkap petir. Akhirnya nama inilah yang didaulat jadi nama mobil listrik Indonesia dengan model sedan sport.

    “Kalau Gendhis, memang ingin dicari yang manis untuk mendampingi Selo. Jadi diambillah Gendhis yang artinya gula dari Bahasa Jawa,” imbuhnya.

    Segera Pulang ke Jepang
    Meski asli Indonesia, prestasi Ricky Elson justru mentereng di negeri Sakura. Di sana, ia sebenarnya telah menduduki jabatan penting. Yakni sebagai kepala Divisi penelitian dan pengembangan teknologi permanen magnet motor dan generator NIDEC Coorporation, Kyoto, Minamiku-kuzetonoshiro cho388, Jepang.

    Ilmu anak Padang ini, sedikitnya telah menghasilkan sekitar 14 teori mengenai motor listrik dan telah pula dipatenkan oleh pemerintah Jepang. Ia telah kembali ke tanah air, namun kini ia berencana untuk segera pulang kembali ke Jepang. Melalui akun facebooknya, pembuat kincir angin terbaik di dunia untuk kelas 500 watt peak ini mengaku, perusahaan di Jepang tempatnya bekerja dulu, terus mengirimi tawaran untuknya kembali.

    Apalagi menurutnya, saat ini Indonesia belum bersahabat untuk hasil-hasil karyanya. Oh Indonesiaku… :-(

    UPDATE!

    Ricky Elson memilih untuk tetap di Indonesia, Merinding saya mendengar jiwa Nasionalismenya yang begitu besar untuk bangsanya, Negara Kesatuan Republik Indonesia!!

    Walau bangsa ini banyak mengecewakanya, tapi saat ini Ricky Elson terus bekerja keras dengan karyanya membangun bumi tempat dilahirkanya, Indonesia!

    Do’a kami selalu menyertaimu !

    Sumber: http://silahkanshare.com/

    ,


    Prestasi Anak Bangsa. Seorang mahasiswa penerima bidikmisi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) 2013, Fitarahmawati menorehkan prestasi yang membanggakan. Dia memperoleh indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,92.

    Putri sulung Ngusman dan Wulaningsih yang berprofesi sebagai petani ini diterima di prodi pendidikan biologi Fakultas MIPA UNY melalui jalur SBMPTN. Warga desa Kreo, Kalijajar, Wonosobo tersebut mengaku didukung oleh orangtuanya untuk kuliah.

    “Namun seandainya tidak mendapatkan beasiswa harus mau kuliah di mana saja yang orangtua mampu membiayai” ujar Fita, sapaan akrabnya di Kampus UNY, Kamis (19/11/2015).

    Bersyukur dia diterima di UNY melalui jalur bidikmisi sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pendidikannya. Fita mengaku suka biologi karena terinspirasi oleh guru biologi saat irinya ada di bangku SMP.

    “Penerapannya luas pada kehidupan keseharian. Contohnya memilih makanan yang baik, pola hidup atau kesehatan,” kata Fita.

    Gadis kelahiran Wonosobo, 6 Juni 1995 itu selalu mengerjakan tugas minimal satu jam sehari. Selain itu dia juga selalu mencatat apa yang disampaikan dosen dan bertanya apabila ada hal yang belum dipahami.

    Alumni MAN Kalibeber Wonosobo itu selain aktif dalam organisasi mahasiswa Hima Biologi FMIPA dan HMI UNY, juga berhasil membuat sejumlah program kreativitas mahasiswa, diantaranya tepung belimbing wuluh sebagai obat diabetes dan batik bermotif anatomi daun pinus sebagai inovasi keindahan batik biologi.

    Sumber: Solopos

    ,

    Sepeda Motor Elpiji Karya Seorang Guru Temanggung

    Seorang guru dari Temanggung, Jawa Tengah bapak Sri Suryana Dwi Atmaja telah berhasil membuat terobosan baru dalam penggunaan bahan bakar sepeda motor. Beliau memodifikasi sepeda motor dengan bahan bakar gas (Elpiji). Meskipun beliau hanya seorang guru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Temanggung. Sri memastikan sepeda motor BBG hasil modifikasinya, selain ramah lingkungan, juga irit.

    Alat ciptaan Sri berbeda dengan kendaraan sejenis lainnya yang menggunakan BBG. Jika kendaraan lain suplai gas mengubah karburator, hasil kreasin Sri tanpa mengubah karburator sekalipun. Jadi, sewaktu-waktu mudah untuk beralih ke premium lagi.

    Alat utama dalam sepeda motor BBG buatan Sri adalah converter. Alat ini berfungsi mengukur gas yang akan masuk ke karburator melalui selang regulator. Converter itu pun berfungsi sebagai penyeimbang angin.

    Sri mengaku butuh waktu hampir 2 tahun untuk menciptakan sepeda motor BBG hingga sempurna. Biaya yang dikeluarkan selama percobaan hingga jadi sekitar Rp1 juta. Ia melakukan inovasi tersebut karena prihatin terhadap kelangkaan premium yang terjadi dimana-mana serta isu naiknya harga premium.

    Menurut Sri, dengan elipiji ukuran 3 kilogram pada motornya bermesin 100 cc, mampu menempuh jarak sekitar 200 hingga 250 kilometer. Sementara jika dengan premium, hanya mampu menempuh jarak sekitar 150 kilometer.

    Untuk sementara Sri hanya memasang temuannya pada kendaraan 4 tak. Diharapkan dengan adanya penemuan tersebut, masyarakat tak lagi bergantung pada BBM premium yang semakin langka dan harganya terus melambung.

    Sumber: http://www.indonesiaberprestasi.web.id/

    ,

    Arfi'an Fuadi-M. Arie Kurniawan

    Prestasi Anak Bangsa. Kebanyakan masyarakat masih beranggapan bahwa makin tinggi ijazah, maka penguasaan teknologi sang pemegang ijazah pun makin tinggi dan makin tinggi penghasilannnya. Benarkah? Kisah nyata di bawah ini mematahkan anggapan tersebut. Lulusan SMK di pelosok Indonesia pun bisa mengalahkan para pakar yang sudah lama malang melintang di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Apabila kita bertandang ke rumah orangtua Arfi’an Fuadi (Arfi) dan adiknya M. Arie Kurniawan (Arie) kita akan menemukan sebuah ruangan kecil di sebelah ruang tamu. Di dalam ruang kecil tersebut ada tiga 3 komputer. Di ruangan kecil itulah kedua kakak beradik itu bersama dua karyawannya mengerjakan order design engineering dari berbagai negara.

    Prestasi dua bersaudara ini di dunia rancang teknik internasional amat luar biasa. Tahun lalu Arie memenangi kompetisi 3 dimensi (3D) design engineering untuk jet engine bracket (penggantung mesin jet pesawat) yang diselenggarakan General Electric (GE) Amerika Serikat. Arie mengalahkan sekitar 700 peserta dari 56 negara.

    ”Lomba ini membuat alat penggantung mesin jet seringan mungkin dengan tetap mempertahankan kekuatan angkut mesin jet seberat 9.500 pon. Saya berhasil mengurangi berat dari 2 kilogram lebih menjadi 327 gram saja. Berkurang 84 persen bobotnya,” jelas Arie pada Senin 4 Agustus 2015.

    Gilannya, Arie mengalahkan para pakar di bidang design engineering yang tingkat pendidikannya sangat jauh di atas dirinya.

    Bayangkan saja, juara kedua diraih seorang PhD dari Swedia yang bekerja di Swedish Air Force. Sedangkan yang nomor tiga lulusan Oxford University yang kini bekerja di Airbus. Tingkat pendidikan Arie hanya lulusan SMK Teknik Mekanik Otomotif.

    Sekilas memang tak masuk akal. Bagaimana bisa seorang lulusan SMK yang belum pernah mendapatkan materi pendidikan CAD (Computer Aided Design), suatu program komputer untuk menggambar suatu produk atau bagian dari suatu produk, mampu mengalahkan Profesor dan lulusan S-3 yang bekerja di perusahaan pembuat pesawat

    Rupanya, ilmu utak-atik desain teknik itu diperoleh dan didalami Arie dan Arfi, secara otodidak. Hampir setiap hari keduanya melakukan berbagai percobaan menggunakan program di komputernya. Mereka juga belajar dari referensi-referensi di berbagai situs internet tentang design engineering.

    ”Terus terang dulu komputer saja kami tidak punya. Kami harus belajar komputer di rumah saudara. Lama-lama kami jadi menguasai. Bahkan, para tetangga yang mau beli komputer, sampai kami yang disuruh ke toko untuk memilihkan,” kenang Arfi.

    Sebelum menjadi profesional di bidang desain teknik, dua putra keluarga A. Sya’roni itu ternyata harus banting tulang bekerja serabutan membantu ekonomi keluarga. Arfi yang lulusan SMK Negeri 7 Semarang pada 2005 pernah bekerja sebagai tukang cetak foto, di bengkel sepeda motor, sampai jualan susu keliling kampung.

    Sang adik juga tak jauh berbeda, jadi tukang menurunkan pasir dari truk sampai tukang cuci motor.

    Baru pada tahun 2009 Arfi bisa menyalurkan bakat dan minatnya di bidang program komputer. Pada 9 Desember 2009 dia memberanikan diri mendirikan perusahaan di bidang design engineering. Namanya D-Tech Engineering Salatiga. Saksi bisu pendirian perusahaan tersebut adalah komputer AMD 3000+. Komputer itu dibeli dari uang urunan keluarga dan gaji Arfi saat masih bekerja di PT Pos Indonesia.

    Kakak beradik Arfi’an Fuadi dan M. Arie Kurniawan berpose di ruang kecil di rumah kedua orangtua mereka yang dijadikan kantor desain teknik D-Tech Engineering

    ”Gaji saya waktu itu sekitar Rp 700 ribu sebagai penjaga malam kantor pos. Lalu ada sisa uang beasiswa adik dan dibantu Bapak, jadilah saya bisa membeli komputer ini,” kenangnya.

    Setelah berdiskusi dengan sang adik, Arfi pun menetapkan bidang 3D design engineering sebagai fokus garapan mereka. Sebab, dia yakin bidang itu booming dalam beberapa tahun ke depan. ”Kami pun langsung belajar secara otodidak aplikasi CAD, perhitungan material dengan FEA (Finite Element Analysis), dan lain-lain,” jelasnya.

    Tak lama kemudian, D-Tech menerima order pertama. Setelah mencari di situs freelance, mereka mendapat pesanan desain jarum untuk alat ukur dari pengusaha Jerman. Si pengusaha bersedia membayar US$ 10 per set. Sedangkan Arfi hanya mampu mengerjakan desain tiga set jarum selama dua minggu.

    ”Kalau sekarang mungkin bisa sepuluh menit jadi. Dulu memang lama karena kalau mau download atau kirim e-mail harus ke warnet dulu. Modem kami dulu hanya punya kecepatan 2 kbps. Hanya bisa untuk lihat e-mail.”

    Di luar dugaan, garapan D-Tech menuai apresiasi dari si pemesan. Sampai-sampai si pemesan bersedia menambah US$ 5 dari kesepakatan harga awal. ”Kami sangat senang mendapat apresiasi seperti itu. Dan itulah yang memotivasi kami untuk terus maju dan berkembang,” tegas Arfi.

    Sejak itu order terus mengalir tak pernah sepi. Model desain yang dipesan pun makin beragam. Mulai kandang sapi yang dirakit tanpa paku yang dipesan orang Selandia Baru sampai desain pesawat penyebar pupuk yang dipesan perusahaan Amerika Serikat.

    ”Pernah ada yang minta desain mobil lama GT40 dengan handling yang sama. Untuk proyek itu, si pemilik sampai harus membongkar komponen mobilnya dan difoto satu-satu untuk kami teliti. Jadi, kami yang menentukan mesin yang harus dibeli, sasisnya model bagaimana dan seterusnya. Hasilnya, kata si pemesan, 95% mirip,” jelasnya.

    Selama 5 tahun ini, D-Tech telah mengerjakan sedikitnya 150 proyek desain. Tentu saja hasil finansial yang diperoleh pun signifikan. Mereka bisa membangun rumah orang tuanya serta membeli mobil. Tapi, di sisi lain, capaian yang cukup mencolok itu sempat mengundang cibiran dan tanda tanya para tetangga.

    ”Kami dicurigai memelihara tuyul. Soalnya, pekerjaannya tidak jelas, hanya di rumah, tapi kok bisa menghasilkan uang banyak. Mereka tidak tahu pekerjaan dan prestasi yang kami peroleh,” cerita Arfi seraya tertawa.

    Sayangnya, dari 150 proyek itu, hanya satu yang dipesan klien dalam negeri. ”Satu-satunya klien Indonesia adalah dari sebuah perusahaan cat. Mereka beberapa kali memesan desain mesin pencampur cat,” lanjutnya.

    Meski punya segudang pengalaman dan diakui berbagai perusahaan internasional, Arfi dan Arie masih belum bisa berkiprah di desain teknik Indonesia. Penyebabnya, mereka hanya berijazah SMK.

    ”Kalau ditanya apakah tidak ingin membantu perusahaan nasional, kami tentu mau. Tapi, apakah mereka mau? Di Indonesia kan yang ditanya pertama kali lulusan apa dan dari universitas mana,” ujarnya.

    Stigma ”hanya berijazah SMK” ditambah sistem pendidikan Indonesia yang dinilai kurang adil itulah yang ikut mengandaskan keinginan Arie melanjutkan pendidikan ke jenjang S-1 di Teknik Elektro Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Arie tidak bisa masuk jurusan itu karena hanya lulusan SMK mekanik otomotif.

    ”Saya ingin kuliah di jurusan itu karena ingin memperdalam ilmu elektro. Kalau mesin saya bisa belajar sendiri. Tapi, saya ditolak karena kata pihak Undip jurusannya tidak sesuai dengan ijazah saya. Padahal, lulusan SMA yang sebenarnya juga tidak sesuai diterima. Ini kan tidak adil namanya,” cetus Arie.

    Meski ditolak, Arie tidak kecewa. Bersama sang kakak, dia tetap ingin menunjukkan prestasi yang mengharumkan nama bangsa. Dan itu telah dibuktikan dengan menjuarai kompetisi design engineering di Amerika yang diikuti para ahli dari berbagai negara. Selain itu, mereka tak segan-segan menularkan ilmunya kepada anak-anak muda agar melek teknologi 3D design engineering.

    ”Ada beberapa anak SMK yang datang ke kami untuk belajar. Sekarang ada yang sudah kerja di bidang itu. Ada juga yang bakal ikut kompetisi Asian Skills Competition sebagai peserta termuda,” jelasnya.

    Mereka juga punya keinginan mengembangkan teknologi energi terbarukan. Salah satunya dengan mengembangkan desain pembangkit listrik tenaga angin.

    ”Kami bekerja sama dengan anak-anak SMK untuk mengembangkan biodiesel dari minyak jelantah. Lalu, Mas Ricky Elson (pembuat mobil listrik yang dibawa Dahlan Iskan dari Jepang) pernah menghubungi lewat Facebook, ingin menjalin kerja sama dengan kami. Tentu saja kami terima,” ungkapnya.

    Dengan semua upaya itu, mereka punya satu impian, yakni mengembangkan sumber daya lokal Salatiga untuk menjadikan kota kecil itu pusat pengembangan manufaktur teknologi kelas dunia. Layaknya Silicon Valley di San Francisco, Amerika Serikat.

    ”Kami ingin membuktikan bahwa Indonesia bisa menjadi pusat industri manufaktur dunia. Terlebih lagi, teknologi 3D printing bakal menjadi tulang punggung industri masa depan. Itulah kenapa 3D design engineering sangat penting,” tandasnya.

    Makin tinggi ijazah, berarti makin pintar dan makin besar penghasilan?

    ,

    Kendaraan Tempur Laut Made in Indonesia

    Prestasi Anak Bangsa. Dalam pameran industri pertahanan yang digelar di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) juga memajang hasil karyanya sendiri yakni sebuah kendaraan tempur laut, speedboat Sub Skimmer.

    Speedboat Sub Skimmer adalah kendaraan operasi tempur di laut yang sangat efektif dan praktis, karena mempunyai kemampuan bermanuver di permukaan laut sekaligus dapat menyelam di dalam air.

    Sub Skimmer, perahu karet buatan PT Prima Maritim, rekanan TNI untuk pembuatan alutsista. Sekilas Sub Skimmer memang seperti perahu karet biasa lainnya. Namun peralatan dan teknologi cukup canggih yang dipasang, membuat perahu karet yang ini lebih luar biasa.

    Menurut Toto Wirawan dari PT Prima Maritim selaku produsen sub skimmer mengatakan, kendaraan tersebut merupakan hasil kerja keras perusahaannya. Dan kini TNI Angkatan Laut berniat memproduksi massal kendaraan perahu karet tersebut. Sub skimmer mampu menyelam hingga kedalaman 4 meter.

    “Waktu yang dibutuhkan untuk pindah dari atas permukaan ke bawah permukaan air hanya sekitar satu menit,” kata Serda Wika dalam bincang-bincang dengan maiwanews di lokasi pameran, Jumat, 12 November 2010 sore.

    Sub Skimmer yang dipajang di area out door Indo Defence 2010 tersebut, merupakan hasil pengembangan dan rekayasa Dislitbangal TNI-AL. Dalam proses rancang, pembangunan dan uji coba, Dislitbangal hanya butuh waktu setahun untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

    Dengan ditopang kekuatan mesin utama 85 horse power (HP), speedboat yang berdimensi 5,5 x 2 meter ini mampu melaju dengan kecepatan 20 knot di atas permukaan air dan 2-4 knot saat berada di bawah permukaan air.

    Kendaraan ini cukup ringan karena menggunakan bahan dasar fiber-glass reinforced polyester (FRP). Namun Wika belum bisa menjelaskan berapa biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi satu buah speedboat itu.

    Untuk memproduksi secara massal, Wika mengatakan, tinggal menunggu keputusan pimpinan dalam hal pendanaan. Menurutnya, beberapa negara menyatakan tertarik dengan produk pertahanan berpenumpang 4 orang itu, diantaranya Singapura.

    Pihak Singapura, lanjut Wika, juga sebelumnya sudah berupaya mengembangkan produk serupa, namun hingga memakan waktu tiga tahun, mereka belum juga berhasil dalam uji coba. “Mereka antusias minta diundang jika TNI-AL melakukan uji coba Sub Skimmer itu,” kata Wika.
Shopping Cart
0 item(s)
Rp 0.00
Your Cart
SAME DAY SHIPPING
Pengiriman langsung dilakukan pada hari pemesanan


Top